Cerita dari Lapangan Eksplorasi Migas Giyanti Blok Cepu, Blora

Daerah | 17-Jul-2025 11:11 WIB | Dilihat : 112 Kali

Wartawan : Redaksi
Editor : Redaksi
Cerita dari Lapangan Eksplorasi Migas Giyanti Blok Cepu, Blora Cerita dari Lapangan Eksplorasi Migas Giyanti Blok Cepu, Blora / Redaksi (17-Jul-2025)

 

Blora,Giripos.

Sejak beroperasinya industri hulu Migas Blok Cepu, warga Desa Giyanti Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora, ternyata belum pernah merasakan dampak positif keberadaan industri tersebut.

Padahal Desa Giyanti, terdapat lapangan eksplorasi Migas yang menjadi bagian dari  Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Blok Cepu. Luasannya mencapai sembilan hekatare, merupakan lahan milik warga yang dibebaskan oleh EMCL pada 2006 lalu. 

Hingga saat ini, lapangan tersebut teronggok belum ada aktivitas apapun. Warga Desa Giyanti, Rusdianto, berharap Lapangan Migas di desanya bisa segera diaktifkan. "Harapannya segera dikerjakan dan warga bisa merasakan dampak positifnya," kata dia.

Teruma kata dia, bisa berdampak pada perekonomian dan kesejahteraan masyatakat. "Selama ini, di desa kami tidak pernah tersentuh program atau CSR dari EMCL," ungkapnya.

Pria yang aktif di Ormas ini, menyayangkan, adanya program sosial atau CSR dari EMCL di Kabupaten Blora tertuju di luar Desa Giyanti. "Padahal di sini jelas ada lapangan Migas," ujarnya.

Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto, menyebutkan, berdasarkan data SKK Migas tahun 2021, Lapangan Gas Giyanti memiliki cadangan gas yang signifikan, mencapai 500 BCF (miliar kaki kubik), dengan potensi produksi maksimal hingga 100 MMSCFD (juta kaki kubik per hari). 

Menurut Siswanto, meskipun cadangan ini di bawah Jambaran Tiung Biru, namun potensi tersebut sangat besar dan strategis.

Aktivasi Lapangan Gas Giyanti, kata dia,  akan membawa dampak positif ganda, baik bagi kepentingan nasional maupun daerah.

Siswanto, mengaku, usulan aktivasi Lapangan Gas Giyanti telah disampaikan hingga ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI.

"Secara nasional, produksi gas dari Giyanti dapat membantu menutupi defisit dan mengurangi impor gas," ungkapnya. 

Terpisah, External Engagement & Socioeconomic Manager EMCL, Tezhart Elvandiar, menyampaikan, Lapangan Giyanti belum memulai produksi seperti Lapangan Banyu Urip dan Lapangan Kedungkeris.

Terkait Program Pengembangan Masyarakat (PPM), EMCL terus berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Blora untuk prioritas program yang akan dilaksanakan.

"ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) terus berkoordinasi dengan SKK Migas dan Pemerintah Kabupaten setempat," ujar Tezhart Elvandiar.

Untuk diketahui, sejak ditemukan, tak pernah ada tajak sumur di Lapangan Gas Giyanti. Berbeda dengan Lapangan Banyu Urip di Bojonegoro yang telah menguras isi perut bumi sebanyak 660 juta barel minyak.

Puncak produksi Blok Cepu terjadi pada tahun 2018 sebanyak 220 ribu bph, dimulai dari produksi perdana pada tahun 2008 sebesar 20 ribu Bph.

Lifting Blok Cepu kemudian mengalami penurunan pada 2020 menjadi  217.617 bph. Turun lagi pada 2021 menjadi  203.525 bph. Terus mengalami penurunan pada 2022, menjadi 170.711 hph

Produksi minyak Blok Cepu terjun bebas hingga menyentuh angka 144 bph di 2024. Memasuki 2025, produksi Blok Cepu naik menjadi 150 ribu bph, ditambah keberhasilan proyek Banyu Urip Infill Clastic (BUIC) yang menambah produksi sebesar 30 ribu bph.

Blok Cepu yang dioperasikan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) dengan masa kontrak 2005–2035. Meski sahamnya dibagi antara EMCL 45%, Pertamina 45%, lalu 10% dibagi kepada empat BUMD Jateng dan Jatim. 

Seluruh sumur produksi hanya ada di Bojonegoro Jawa Timur. Sementara, Kabupaten Blora meski terdapat Lapangan Migas Giyanti, tidak diakui sebagai daerah penghasil migas Blok Cepu

Related Articles