SBMR Tolak Peraturan Pemerintah, Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Tapera di Madiun
Daerah | 30-May-2024 01:49 WIB | Dilihat : 333 Kali

Kota Madiun, Bratapos.com - Pada tanggal 20 Mei 2024, pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Kebijakan ini dirancang untuk memfasilitasi pembiayaan perumahan, namun telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan buruh, terutama di daerah dengan upah rendah seperti Madiun Raya.
Menurut Aris Budiono, Ketua Serikat Buruh Madiun Raya (SBMR), kebijakan ini memberatkan buruh karena memotong gaji mereka sebesar 2,5%, ditambah dengan tanggungan 0,5% dari pemberi kerja, total menjadi 3% dari Upah Minimum Kota (UMK) Madiun yang berjumlah Rp 68,2003.
Dengan kepesertaan selama 10 tahun, diperkirakan hanya akan terkumpul Rp 8,1 juta, jumlah yang dianggap tidak cukup untuk uang muka rumah di masa depan," ujar Aris Budiono, Rabu (29/5/2024).
Aris juga menyoroti pasal 55 yang menyebutkan sanksi administratif berupa surat peringatan yang implementasinya tidak jelas, serta sanksi bagi pengusaha yang bisa berujung pada pencabutan izin usaha.
Lebih lanjut ia menjelaskan, SBMR menilai bahwa negara tidak melindungi rakyatnya dengan kebijakan ini dan menuntut kenaikan upah sebesar 100% jika pemerintah tetap menerapkan kebijakan Tapera.
"Serikat buruh di Madiun Raya menolak kebijakan ini dan menyerukan agar pemerintah membuat kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat, seperti menghukum mati koruptor, bukan membuat kebijakan yang membebani buruh dengan alasan pembiayaan perumahan yang berpotensi disalahgunakan," Tegas Aris Budiono.
Ia juga menambahkan bahwa, reaksi serikat buruh terhadap Tapera secara nasional juga cenderung negatif, dengan banyak yang menilai bahwa kebijakan ini hanya menambah beban pekerja di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Menurutnya, mereka khawatir bahwa iuran Tapera akan memperberat beban pekerja yang sudah terbebani dengan iuran BPJS Ketenagakerjaan, Kesehatan, dan lain-lain.
"Kritik ini mencerminkan kebutuhan akan dialog yang lebih mendalam antara pemerintah dan wakil pekerja, untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan terkait pembiayaan perumahan rakyat," tandas Aris Budiono.
Related Articles


TOPIK TERPOPULER
BERITA POPULER
