Gunungan Ketupat isi Uang.!! Uniknya "Tradisi Gelar Pitu" Hingga Warga Berebut Berkah

Daerah | 18-Apr-2024 02:21 WIB | Dilihat : 263 Kali

Wartawan : redaksi
Editor : redaksi
Gunungan Ketupat isi Uang.!! Uniknya "Tradisi Gelar Pitu" Hingga Warga Berebut Berkah

BANYUWANGI || Bratapos.com – Beragam tradisi di Bumi Blambangan merupakan warisan leluhur yang sampai saat ini masih melekat di kalangan masyarakat. Salah satunya "Tradisi Gelar Pitu" yakni tradisi unik yang rutin setiap tahun digelar oleh masyarakat Dukuh Talun Jeruk, Kampung Baru, Desa Glagah, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi.

Tradisi Gelar Pitu merupakan acara sedekah bumi yang juga menjadi ritual bersih desa, dan sampai sekarang masih terus dilestarikan yang dalam pelaksanaannya bertepatan dengan hari ke-7 pada hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Selasa (16/04/2024).

Warga setempat menyebutnya sebagai Gunungan Ketupat. Setiap warga, ada yang menyumbang 1(satu) hingga 10 ketupat. Uniknya ketupat tersebut tidak berisi beras seperti ketupat pada umumnya, melainkan berisi sejumlah uang hasil sumbangan warga dengan sukarela. Setelah terkumpul ketupat berisi uang lantas disusun seperti menyerupai bentuk gunung.

Arak-arakan Gunungan Ketupat yang disertai pawai seni budaya berkeliling menyusuri jalan kampung, gang dan areal persawahan hingga menuju makam Buyut Saridin yang merupakan leluhur desa tersebut, selanjutnya digelar acara selamatan serta makan bersama yang disajikan dalam wadah ancak terbuat dari pelepah pisang yang tadinya juga turut diarak.

Di puncak acara, setelah Gunungan Ketupat diarak keliling kampung dilanjutkan pembacaan Doa yang dipimpin oleh gambuh/tetua adat untuk memohon keberkahan dan keselamatan. Kemudian warga diperbolehkan berebut ketupat berisi uang, diyakini semakin banyak mendapatkan ketupat maka akan semakin diberi kelancaran rezeki.

Tak ubahnya tradisi khas suku Osing lainnya, Gelar Pitu yang memiliki makna pagelaran hari ketujuh Lebaran tersebut juga diramaikan dengan penampilan seni budaya gamelan dan angklung paglak khas Banyuwangi.

Sanusi Marhaendi (66) selaku Pemangku adat desa menjelaskan, Tradisi Gelar Pitu merupakan warisan leluhur yang berharga dan menjadi bagian dari identitas masyarakat Banyuwangi. Diharapkan tradisi ini dapat terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya. 

“Kita selenggarakan Tradisi Gelar Pitu ini rutin setiap tahun tepat hari ke-7 di hari raya Idul Fitri, warga sini menyebut dengan istilah Lebaran Kupat," jelas Sanusi.

Lebih lanjut Sanusi memaparkan, Gelar Pitu berasal dari kata "Gelar" yang artinya menggelar atau menata, sedangkan "Pitu" memiliki makna pitutur atau ucapan. Jadi "Gelar Pitu" bila diartikan mengandung makna Menata Ucapan.

Ditambahkan juga oleh Budayawan Banyuwangi, Aekanu Hariyono mengatakan, bahwa Tradisi Gelar Pitu yang rutin digelar warga pada hari ke tujuh Syawal ini adalah sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sekaligus memohon keselamatan agar senantiasa dilindungi dari segala malapetaka, balak penyakit termasuk untuk mengusir pageblug.

“Masyarakat Osing masih mempercayai bahwa mereka tinggal di tanah leluhur dan tradisi ritual yang digelar ini sebagai media untuk berkomunikasi dengan sesuatu di luar dirinya," ujar Aekanu, pada Rabu Selasa (17/04/2024).

"Selain itu, dalam Tradisi Gelar Pitu ini juga merupakan bentuk ikhtiar manusia untuk lebih memahami dan menyelaraskan hidup dengan yang ada di sekitarnya," pungkasnya.

Pewarta : Ruslan AG
Editor/Publisher : Shelor

Related Articles