Lambanya Kepengurusan Sertifikat Melalui Oknum Sekdes Desa Ponggok, Penjual dan Pembeli Merasa Dirugikan

Pemerintahan | 25-Mar-2025 01:13 WIB | Dilihat : 301 Kali

Wartawan : Arif Bli
Editor : Arif Bli
Lambanya Kepengurusan Sertifikat Melalui Oknum Sekdes Desa Ponggok, Penjual dan Pembeli Merasa Dirugikan Foto : Miftahul Huda (Pembeli)/giripos

BLITAR || Giripos.com - Proses kepengurusan sertifikat tanah melalui Oknum Sekretariat Desa (Sekdes) Desa Ponggok dinilai terlalu lama. Hampir 10 tahun tidak ada kejelasan, bahkan pihak penjual (Juri) sudah memberikan uang sebesar Rp. 3 Juta sesuai pemintaan Sekdes berinisial AG. Kondisi ini membuat penjual dan pembeli merasa dirugikan.

Hal itu diungkapkan Miftahul warga Ponggok kepada awak media pihaknya merasa dirugikan atas keterlambatan pihak desa, terlebih kepada Sekretaris Desa (Sekdes) Ponggok yang pada saat itu menyanggupi untuk mengurusnya. 

"Terus terang saya merasa kecewa, sebagai pembeli seharusnya saya sudah memegang sertifikat setelah saya beli pada tahun 2016 dulu," ucap Miftah. 

Bahkan, kata Miftahul bahwa proses balik nama dan pemecahan ini bukan waktu yang singkat karena sudah hampir 10 tahun dirinya menunggu sertifikatnya jadi. 

"Jadi selama 9 tahun ini bukan jangka waktu yang dekat lo pak, sampai saat ini saya tidak bisa memegang yang menjadi hak saya," imbuhnya. 

Lebih lanjut dikatakan, bahwa sepengetahuan dia diawal kesepakatan dengan pihak penjual dia mengetahui bila semua kepengurusan diserahkan kepada sekretaris desa. 

"Semunya yang mengurusi itu langsung pak carik AG," ucap Miftahul. 

Dia juga menjelaskan, bahwa selama 9 tahun dia sebagai pembeli bersama penjual (Juri) itu tidak diam dan terus menanyakan terkait perkembangan sertifikat tersebut.

"Saya sudah berusaha bebrapa kali, baik datang ke rumah maupun di kantor desa. Tetapi jawabannya selalu janji-janji saja," ungkapnya. 

Terakhir dia berharap, permasalahan ini cepat selesai dan dirinya bisa memegang yang menjadi haknya yaitu sertifikat. 

"Mudah-mudahan ini cepat selesai dan saya bisa memegang sertifikat yang menjadi hak saya. Yang jelas saya menginginkan sertifikat bukan yang lain," pungkasnya. 

Pada pemberitaan sebelumya, pihak penjual (Juri) mengatakan, bahwa pada tahun 2016 pihaknya menjual sebagian bidang tanah dan bangunan yang masih satu sertifikat milik keluarga. 

"Jadi saya dulu menjual tanah kepada bapak ismunandar, sempat dulu diukur juga. Tetapi setelah satu tahun baru saya urus surat-suratnya melalui pak carik AG siang dirumahnya Pak Tanan," ungkapnya. Sabtu (22/3/2025). 

Bahkan dari pengakuan Juri beberapa hari kemudian setelah pertemuan dirumah Pak Tanan, dirinya menyerahkan uang itu sesuai permintaan langsung dirumah oknum perangkat desa tersebut. 

"Jadi uang Rp. 3 juta itu adalah uang saya dan uang kakak saya masing-masing Rp. 1.500.000,. Dan uang tersebut saya serahkan langsung di rumah pak carik AG, seingat saya, uang itu saya antarkan setelah magrib, lalu saya juga minta kwitansi dan dibuatkan," imbuhnya. 

Juri juga menceritakan diwaktu jual beli dilakukan, ada kesepakatan dengan pihak pembeli, yang nantinya kepengurusan pemecahan dan balik nama sertifikat pihaknya yang mengurus hingga jadi sertifikat. 

Namun, hingga bertahun-tahun informasi yang diharapkan dari oknum sekdes berinisial AG tidak ada kepastian. Bahkan oknum tersebut hendak ditemui terkesan menghindar. 

"Saya sering mendatangi kantor desa untuk menanyakan, hingga bertemu dengan pak carik AG, tetapi jawabannya selalu nanti kalau sudah jadi saya kabari," kata Juri. 

Tak hanya sampai disitu, bahkan Juri bersama keluarga pembeli dan adiknya mendatangi rumah oknum perangkat itu untuk menanyakan. Namun dirinya diminta oknum perangkat desa tersebut untuk mengumpulkan berkas lagi sebagai persyaratan yang baru. 

Juri merasa kecewa kepada oknum perangkat desa tersebut (Sekdes AG), pasalnya dari sekian lamanya menunggu tak kunjung jadi sesuai apa yang di janjikannya. 

"Jadi kalau masih dijanjikan terus menerus saya juga tidak terima pak," pungkasnya.  (rf) 

Related Articles